watch sexy videos at nza-vids!
WWW.CERITAINDO.SEXTGEM.COM

Find us On Facebook and Twitter
facebook.jpg | twitter.jpg

NANA GADIS PENUH GAIRAH

Belum lama ini aku kembali bertemu Nana
(bukan nama sebenarnya). Ia kini sudah
berkeluarga dan sejak menikah tinggal di
Palembang. Untuk suatu urusan keluarga, ia
bersama anaknya yang masih berusia 6 tahun
pulang ke Yogya tanpa disertai suaminya. Nana
masih seperti dulu, kulitnya yang putih, bibirnya
yang merah merekah, rambutnya yang lebat
tumbuh terjaga selalu di atas bahu. Meski
rambutnya agak kemerahan namun karena
kulitnya yang putih bersih, selalu saja
menarikdipandang, apalagi kalau berada dalam
pelukan dan dielus-elus. Perjumpaan di Yogya ini
mengingatkan peristiwa sepuluh tahun lalu ketika
ia masih kuliah di sebuah perguruan tinggi
ternama di Yogya. Selama kuliah, ia tinggal di
rumah bude, kakak ibunya yang juga kakak
ibuku. Rumahku dan rumah bude agak jauh dan
waktu itu kami jarang ketemu Nana.
Aku mengenalnya sejak kanak-kanak. Ia
memang gadis yang lincah, terbuka dan
tergolong berotak encer. Setahun setelah aku
menikah, isteriku melahirkan anak kami yang
pertama. Hubungan kami rukun dan saling
mencintai. Kami tinggal di rumah sendiri, agak di
luar kota. Sewaktu melahirkan, isteriku
mengalami pendarahan hebat dan harus dirawat
di rumah sakit lebih lama ketimbang anak kami.
Sungguh repot harus merawat bayi di rumah.
Karena itu, ibu mertua, ibuku sendiri, tante
(ibunya Nana) serta Nana dengan suka rela
bergiliran membantu kerepotan kami. Semua
berlalu selamat sampai isteriku diperbolehkan
pulang dan langsung bisa merawat dan
menyusui anak kami.
Hari-hari berikutnya, Nana masih sering datang
menengok anak kami yang katanya cantik dan
lucu. Bahkan, heran kenapa, bayi kami sangat
lekat dengan Nana. Kalau sedang rewel,
menangis, meronta-ronta kalau digendong Nana
menjadi diam dan tertidur dalam pangkuan atau
gendongan Nana. Sepulang kuliah, kalau ada
waktu, Nana selalu mampir dan membantu
isteriku merawat si kecil. Lama-lama Nana sering
tinggal di rumah kami. Isteriku sangat senang
atas bantuan Nana. Tampaknya Nana tulus dan
ikhlas membantu kami. Apalagi aku harus kerja
sepenuh hari dan sering pulang malam.
Bertambah besar, bayi kami berkurang nakalnya.
Nana mulai tidak banyak mampirke rumah.
Isteriku juga semakin sehat dan bisa mengurus
seluruh keperluannya. Namun suatu malam
ketika aku masih asyik menyelesaikan pekerjaan
di kantor, Nana tiba-tiba muncul.
“Ada apa Na, malam-malam begini.”
“Mas Danu, tinggal sendiri di kantor?”
“Ya, Dari mana kamu?”
“Sengaja kemari.”
Nana mendekat ke arahku. Berdiri di samping
kursi kerja. Nana terlihat mengenakan rok dan T-
shirt warna kesukaannya, pink. Tercium olehku
bau parfum khas remaja.
“Ada apa, Nana?”
“Mas.. aku pengin seperti Mbak Tari.”
“Pengin? Pengin apanya?” Nana tidak menjawab
tetapi malah melangkah kakinya yang putih
mulus hingga berdiri persis di depanku. Dalam
sekejap ia sudah duduk di pangkuanku.
“Nana, apa-apaan kamu ini..” Tanpa
menungguku selesai bicara, Nana sudah
menyambarkan bibirnya di bibirku dan
menyedotnya kuat-kuat. Bibir yang selama ini
hanya dapat kupandangi dan bayangkan, kini
benar-benar mendarat keras. Kulumanya penuh
nafsu dan nafas halusnya menyeruak. Lidahnya
dipermainkan cepat dan menari lincah dalam
rongga mulutku. Ia mencari lidahku dan
menyedotnya kuat-kuat. Aku berusaha
melepaskannya namun sandaran kursi
menghalangi. Lebih dari itu, terus terang ada
rasa nikmat setelah berbulan-bulan tidak
berhubungan intim dengan isteriku. Nana
merenggangkan pagutannya dan katanya, “Mas,
aku selalu ketagihan Mas. Aku suka berhubungan
dengan laki-laki, bahkan beberapa dosen telah
kuajak beginian. Tidak bercumbu beberapa hari
saja rasanya badan panas dingin. Aku belum
pernah menemukan laki-laki yang pas.”
Kuangkat tubuh Nana dan kududukkan di atas
kertas yang masih berserakan di atas meja kerja.
Aku bangkit dari duduk dan melangkah ke arah
pintu ruang kerjaku. Aku mengunci dan
menutup kelambu ruangan.
“Na.. Kuakui, aku pun kelaparan. Sudah empat
bulan tidak bercumbu dengan Tari.”
“Jadikan aku Mbak Tari, Mas. Ayo,” kata Nana
sambil turun dari meja dan menyongsong
langkahku.
Ia memelukku kuat-kuat sehingga dadanya yang
empuk sepenuhnya menempel di dadaku.
Terasa pula penisku yang telah mengeras
berbenturan dengan perut bawah pusarnya
yang lembut. Nana merapatkan pula perutnya ke
arah kemaluanku yang masih terbungkus celana
tebal. Nana kembali menyambar leherku dengan
kuluman bibirnnya yang merekah bak bibir artis
terkenal. Aliran listrik seakan menjalar ke seluruh
tubuh. Aku semula ragu menyambut keliaran
Nana. Namun ketika kenikmatan tiba-tiba
menjalar ke seluruh tubuh, menjadi mubazir
belaka melepas kesempatanini.
“Kamu amat bergairah, Nana..” bisikku lirih di
telinganya.
“Hmm.. iya.. Sayang..” balasnya lirih sembari
mendesah.
“Aku sebenarnya menginginkan Mas sejak lama..
ukh..” serunya sembari menelan ludahnya.
“Ayo, Mas.. teruskan..”
“Ya Sayang. Apa yang kamu inginkan dari Mas?”
“Semuanya,” kata Nana sembari tangannya
menjelajah dan mengelus batang kemaluanku.
Bibirnya terus menyapu permukaan kulitku di
leher, dada dan tengkuk. Perlahan kusingkap T-
Shirt yang dikenakannya. Kutarik perlahan ke
arah atas dan serta merta tangan Nana telah
diangkat tanda meminta T-Shirt langsung dibuka
saja. Kaos itu kulempar ke atas meja. Kedua
jemariku langsung memeluknya kuat-kuat
hingga badan Nana lekat ke dadaku. Kedua
bukitnya menempel kembali, terasa hangat dan
lembut. Jemariku mencari kancing BH yang
terletak di punggungnya. Kulepas perlahan,
talinya, kuturunkan melalui tangannya. BH itu
akhirnya jatuh ke lantai dan kini ujung
payudaranya menempel lekat ke arahku. Aku
melorot perlahan ke arah dadanya dan kujilati
penuh gairah. Permukaan dan tepi putingnya
terasa sedikit asin oleh keringat Nana, namun
menambah nikmat aroma gadis muda.
Tangan Nana mengusap-usap rambutku dan
menggiring kepalaku agar mulutku segera
menyedot putingnya. “Sedot kuat-kuat Mas,
sedoott..” bisiknya. Aku memenuhi
permintaannya dan Nana tak kuasa menahan
kedua kakinya. Ia seakan lemas dan
menjatuhkan badan ke lantai berkarpet tebal.
Ruang ber-AC itu terasa makin hangat. “Mas
lepas..” katanya sambil telentang di lantai. Nana
meminta aku melepas pakaian. Nana sendiri pun
melepas rok dan celana dalamnya. Aku pun
berbuat demikian namun masih kusisakan celana
dalam. Nana melihat dengan pandangan mata
sayu seperti tak sabar menunggu. Segera aku
menyusulnya, tiduran di lantai. Kudekap
tubuhnya dari arah samping sembari
kugosokkan telapak tanganku ke arah putingnya.
Nana melenguh sedikit kemudian sedikit
memiringkan tubuhnya ke arahku. Sengaja ia
segera mengarahkan putingnya ke mulutku.
“Mas sedot Mas.. teruskan, enak sekali Mas..
enak..” Kupenuhi permintaannya sembari
kupijat-pijat pantatnya. Tanganku mulai nakal
mencari selangkangan Nana. Rambutnya tidak
terlalu tebal namun datarannya cukup mantap
untuk mendaratkan pesawat “cocorde” milikku.
Kumainkan jemariku di sana dan Nana tampak
sedikit tersentak. “Ukh.. khmem.. hss.. terus..
terus,” lenguhnya tak jelas. Sementara sedotan
di putingnya kugencarkan, jemari tanganku
bagaikan memetik dawai gitar di pusat
kenikmatannya. Terasa jemari kanan tengahku
telah mencapai gumpalan kecil daging di dinding
atas depan vaginanya, ujungnya kuraba-raba
lembut berirama. Lidahku memainkan puting
sembari sesekali menyedot dan
menghembusnya. Jemariku memilin klitoris
Nana dengan teknik petik melodi.
Nana menggelinjang-gelinjang, melenguh-
lenguh penuh nikmat. “Mas.. Mas.. ampun..
terus, ampun.. terus ukhh..” Sebentar kemudian
Nana lemas. Namun itu tidak berlangsung lama
karena Nana kembali bernafsu dan berbalik
mengambil inisitif. Tangannya mencari-cari arah
kejantananku. Kudekatkan agar gampang
dijangkau, dengan serta merta Nana menarik
celana dalamku. Bersamaan dengan itu melesat
keluar pusaka kesayangan Tari. Akibatnya,
memukul ke arah wajah Nana. “Uh.. Mas.. apaan
ini,” kata Nana kaget. Tanpa menunggu
jawabanku, tangan Nana langsung meraihnya.
Kedua telapak tangannya menggenggam dan
mengelus penisku.
“Mas.. ini asli?”
“Asli, 100 persen,” jawabku.
Nana geleng-geleng kepala. Lalu lidahnya
menyambar cepat ke arah permukaan penisku
yang berdiameter 6 cm dan panjang 19 cm itu,
sedikit agak bengkok ke kanan. Di bagian
samping kanan terlihat menonjol aliran otot
keras. Bagian bawah kepalanya, masih tersisa
sedikit kulit yang menggelambir. Otot dan
gelambiran kulit itulah yang membuat
perempuan bertambah nikmat merasakan
tusukan senjata andalanku.
“Mas, belum pernah aku melihat penis sebesar
dan sepanjang ini.”
“Sekarang kamu melihatnya, memegangnya dan
menikmatinya.”
“Alangkah bahagianya MBak Tari.”
“Makanya kamu pengin seperti dia, kan?”
Nana langsung menarik penisku. “Mas, aku ingin
cepat menikmatinya. Masukkan, cepat
masukkan.”
Nana menelentangkan tubuhnya. Pahanya
direntangkannya. Terlihat betapa mulus putih
dan bersih. Diantara bulu halus di
selangkangannya, terlihat lubang vagina yang
mungil. Aku telah berada di antara pahanya.
Exocet-ku telah siap meluncur. Nana
memandangiku penuh harap.
“Cepat Mas, cepat..”
“Sabar Nana. Kamu harus benar-benar
terangsang, Sayang..”
Namun tampaknya Nana tak sabar. Belum
pernah kulihat perempuan sekasar Nana. Dia tak
ingin dicumbui dulu sebelum dirasuki penis
pasangannya. “Cepat Mas..” ajaknya lagi.
Kupenuhi permintaannya, kutempelkan ujung
penisku di permukaan lubang vaginanya,
kutekan perlahan tapi sungguh amat sulit masuk,
kuangkat kembali namun Nana justru
mendorongkan pantatku dengan kedua belah
tangannya. Pantatnya sendiri didorong ke arah
atas. Tak terhindarkan, batang penisku bagai
membentur dinding tebal. Namun Nana
tampaknya ingin main kasar. Aku pun, meski
belum terangsang benar, kumasukkan penisku
sekuat dan sekencangnya. Meski perlahan dapat
memasukirongga vaginanya, namun terasa
sangat sesak, seret, panas, perih dan sulit. Nana
tidak gentar, malah menyongsongnya penuh
gairah.
“Jangan paksakan, Sayang..” pintaku.
“Terus. Paksa, siksa aku. Siksa.. tusuk aku.
Keras.. keras jangan takut Mas, terus..” Dan aku
tak bisa menghindar. Kulesakkan keras hingga
separuh penisku telah masuk. Nana menjerit,
“Aouwww.. sedikit lagi..” Dan aku menekannya
kuat-kuat. Bersamaan dengan itu terasa ada
yang mengalir dari dalam vagina Nana, meleleh
keluar. Aku melirik, darah.. darah segar. Nana
diam. Nafasnya terengah-engah. Matanya
memejam. Aku menahan penisku tetap
menancap. Tidak turun, tidak juga naik. Untuk
mengurangi ketegangannya, kucari ujung puting
Nana dengan mulutku. Meski agak
membungkuk, aku dapat mencapainya. Nana
sedikit berkurang ketegangannya.
Beberapa saat kemudian ia memintaku memulai
aktivitas. Kugerakkan penisku yang hanya
separuh jalan, turun naik dan Nana mulai tampak
menikmatinya. Pergerakan konstan itu
kupertahankan cukup lama. Makin lama
tusukanku makin dalam. Nana pasrah dan tidak
sebuas tadi. Ia menikmati irama keluar masuk di
liang kemaluannya yang mulai basah dan
mengalirkan cairan pelicin. Nana mulai bangkit
gairahnya menggelinjang dan melenguh dan
pada akhirnya menjerit lirih, “Uuuhh.. Mas..
uhh.. enaakk.. enaakk.. Terus.. aduh.. ya ampun
enaknya..” Nana melemas dan terkulai. Kucabut
penisku yang masih keras, kubersihkan dengan
bajuku. Aku duduk di samping Nana yang
terkulai.
“Nana, kenapa kamu?”
“Lemas, Mas. Kamu amat perkasa.”
“Kamu juga liar.”
Nana memang sering berhubungan dengan laki-
laki. Namun belum ada yang berhasil
menembus keperawanannya karena selaput
daranya amat tebal. Namun perkiraanku, para
lelaki akan takluk oleh garangnya Nana mengajak
senggama tanpa pemanasan yang cukup. Gila
memang anak itu, cepat panas.
Sejak kejadian itu, Nana selalu ingin
mengulanginya. Namun aku selalu menghindar.
Hanya sekali peristiwa itu kami ulangi di sebuah
hotel sepanjang hari. Nana waktu itu kesetanan
dan kuladeni kemauannya dengan segala gaya.
Nana mengaku puas.
Setelah lulus, Nana menikah dan tinggal di
Palembang. Sejak itu tidak ada kabarnya. Dan,
ketika pulang ke Yogya bersama anaknya, aku
berjumpa di rumah bude.
“Mas Danu, mau nyoba lagi?” bisiknya lirih.
Aku hanya mengangguk.
“Masih gede juga?” tanyanya menggoda.
“Ya, tambah gede dong.”
Dan malamnya, aku menyambangi di hotel
tempatnya menginap. Pertarungan pun kembali
terjadi dalam posisi sama-sama telah matang.
“Mas Danu, Mbak Tari sudah bisa dipakai
belum?” tanyanya.
“Belum, dokter melarangnya,” kataku
berbohong.
Dan, Nana pun malam itu mencoba melayaniku
hingga kami sama-sama terpuaskan.


Adult | GO HOME | Exit
1/754
U-ON

inc Powered by Xtgem.com